Sejak 2 tahun lalu saya membangun sebuah bisnis sendiri dalam kondisi \”terpaksa\” karena saya baru saja dikorbankan oleh rekan-rekan bisnis saya yang dulu saya kira mereka adalah teman sejati saya.
Waktu saya memulai bisnis itu rekan-rekan saya itu masih sangat muda. Pada saat bisnis itu mulai mereka baru saja tamat kuliah dan belajar bekerja, maka sebagai yang paling senior saya menjadi pionir dan mengajari mereka untuk menjalankan bisnis.
Dalam 5 tahun pertama kerjasama berjalan baik, saya pun dengan tidak ragu-ragu mengasuh mereka untuk menjadi pemimpin dan pengusaha. Tapi begitu bisnis menunjukkan perkembangan yang sangat menarik, mereka berubah. Mereka mengingingkan sesuatu yang lebih besar. Saya dapat memahami keinginan mereka karena memang setelah 5 tahun berlalu mereka juga sudah semakin matang. Sebagai seorang pemimpin maka saya kader mereka untuk posisi yang lebih baik menjadi salah seorang pemimpin. Akhirnya merekapun menjadi pimpinan perusahaan itu bersama saya sebagai pimpinan puncak dengan harapan akan tercipta produktifitas kerja yang lebih baik. Tapi apa yang terjadi adalah sebaliknya, rekan-rekan saya ini semakin agresif dan sering melakukan tekanan terhadap saya untuk beberapa hal. Sebagai pemimpin yang baik sayapun akhirnya melepaskan jabatan saya sebagai direksi dan pindah menjadi komisaris untuk melapangkan mereka untuk menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan dan gaya mereka.
Hanya dalam tempo 3 bulan sejak saya berhenti, keadaan berubah, perusahaan yang selama 8 tahun dalam keadaan sehat walafiat tidak pernah ada masalah kini tersandung masalah \”cashflow\”.
Persoalan kekurangan modal berhasil di atasi dengan masuknya pemegang saham baru dan tambahan modal dari pemegang saham lama. Tapi apa yang terjadi? Timbul lagi persoalan baru. Para direksi di demo oleh karyawan dan mereka meminta salah satu direksi dikeluarkan dari perusahaan. Akhirnya permintaan karyawan dituruti dan keluarlah salah seorang dari direksi itu. Namun persoalan belum juga hilang, beberapa bulan kemudian manager dan karyawan yang mendemo direksi tadi secara berbondong-bondong hengkang dari perusahaan dengan membawa klien perusahaan.
Alhasil saya diminta kembali untuk memimpin perusahaan. Saya kembali menyusun serpihan-serpihan dan puing-puing hasil kekacauan selama 1,5 tahun sejak saya tinggalkan. Dengan memanfaatkan karyawan yang tersisa dan membangun kepercayaan dari rekan-rekan dan klien lama yang berhasil membangun kembali perusahaan itu dalam waktu lebih kurang 1 tahun.
Nah, disinilah terjadi sesuatu yang tidak pernah saya fikirkan sebelumnya. Setelah perusahaan kembali membaik, mereka mengatakan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga perusahaan harus melakukan efisiensi dengan pengurangan direksi dan penambahan modal! Saya bantah semuanya itu karena menurut saya dengan kondisi saat itu perusahaan masih bisa berjalan baik dan dengan hasil kerja saya selama 1 tahun sudah menunjukkan hasil. Tapi karena motivasi mereka lain maka black campaign mereka berhasil menyakinkan pemegang saham mayoritas (mereka sendiri) dan saya ditendang setelah diminta untuk menyelamatkan perusahaan. Dengan berat hati saya meninggalkan \”my babby\” perusahaan yang lahir dari tangan saya sendiri. Dengan alasan \”perusahaan dalam keadaan susah\” mereka memaksa saya untuk menjual saham dengar harga yang di \”haircut\” 50% dari harga nominal! Wooooow.. setelah 8 tahun, bukannya nilai saham diharga berlipat-lipat ini justru dihargai setengahnya!
Argumen yang saya sampaikan waktu membantah argumen mereka terbukti, ternyata memang perusahaan itu tidak memerlukan modal tambahan, mereka pun tidak pernah menyetor lagi modal baru, bisnis tumbuh seperti yang saya perkirakan karena klien-klien yang saya bangun kembali serta pasar baru yang saya kembangkan sudah menghasilkan.
Saya belajar banyak dari pengalaman ini, boleh-boleh saja kita ingin menjadi pahlawan bagi setiap orang, tidak ada yang melarang. Tapi tidak semua orang bisa menghargai kepahlawanan. Saya tidak mengharapkan orang lain membalas kebaikan saya (jika ada) tapi saya tidak pernah berharap mereka akan \”menghajar balik\”. Saya tidak pernah melakukan hal itu kepada guru-guru kehidupan saya atau siapun yang berjasa kepada saya, justru jika mungkin saya bantu mereka sebanyak yang saya bisa. Jarang sekali di dalam cerita silat ataupun kungfu murid yang menghajari gurunya sampai bonyok.
Islam juga mengajarkan demikian, hadis nabi \”sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi saudaranya\”, atau \”lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka\”. Dan banyak dalil-dalil yang lain.