Selain memperkuat marketing team kami juga memperkuat team finance dan administration dengan merekrut sahabat saya Hadi Slamet dari ex Trakindo.
Di level manager terjadi pula perubahan besar-besaran. Manager yang semula berjumlah tiga orang sekarang berjumlah delapan orang. Manager marketing yang semua berjumlah tiga orang sekarang menjadi enam orang. Total karyawan, staff dan direksi yang semula berjumlah tiga puluh orang sekarang bertambah menjadi empat puluh orang. Hampir sebagian besar karyawan baru adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang asuransi sebelumnya khususnya broker asuransi. Dapat dibayangkan berapa besarnya gaji mereka.
Ekspansi belum berhenti sampai disitu. Ruangan kantor yang semula seluas 250 meter persegi kini diperluas menjadi 400 meter persegi dengan mengambil ruangan di sebelah yang masih kosong. Praktis luas kantor kami hampir menempati setengah lantai dari gedung itu. Tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk merenovasi ruangan itu. Belum lagi peralatan kantor meja, kursi, komputer dan kain-lainnya.
Hasil expansi besar-besar ini ternyata tidak semuanya berdampak positif. Disamping perusahaan harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk merekrut manager dan staff baru karena mereka mempunyai standard gaji yang tinggi (menurut mereka). Perusahaan juga harus mengeluarkan dana untuk sewa kantor tambahan dan biaya renovasi. Dan yang paling besar adalah pengeluaran uang down payment kendaraan sekitar 20% dari harga mobil. Belum lagi cicilannya setiap bulan. Tapi karena saya tidak terlibat di dalam masalah keuangan saya waktu itu tidak terlalu tahu seberat apa beban itu menekan perusahaan. Yang saya rasakan langsung dampaknya adalah di dalam kekompakkan team. Setelah ekspansi besar-besaran ini semakin terlihat friksi dan ketidak-harmonisan di dalam perusahaan. Pertama antara orang lama dengan orang lama dengan orang baru. Orang lama melihat bahwa gaya kepemimpin yang baru sudah sesuai lagi dasar-dasar dan falsafah yang sudah dibangun perusahaan selama lima tahun. Nilai-nilai professionalisme seperti IBS sudah tidak lagi diacuhkan. Nilai-nilai bekerja yang sesuai dengan syariah Islam tidak lagi menjadi dasar dalam bertindak. Semangat belajar dan bekerja keras seperti orang network marketing tidak lagi disukai. Kondisi ini diperburuk pula dengan beragamnya latar belakang dari orang-orang baru ini. Secara karakter mereka adalah orang-orang yang sudah terbentuk. Alih-alih mereka akan mau mengikuti sistim yang sudah ada, eh justru sebaliknya
malah mereka yang mengajak agar cara kerja merekalah yang perlu diikuti. Belum lagi kecemburuan sosial dari karyawan lama kepada karyawan baru. Gaji karyawan baru jauh lebih tinggi dari karyawan lama. Padahal kalau dilihat dari produktifitas kerja mereka tidak jauh lebih baik. Friksi seperti itulah yang akhirnya yang menyebabkan satu unit marketing lengkap dengan staffnya angkat kaki dan bergabung perusahaan pesaing.
Selain merekrut direksi dan manager, kami juga melakukan terobosan dengan membuka cabang di kota Pakanbaru. Pilihan jatuh ke kota ini karena kami mempunyai basis klien yang cukup banyak di wilayah ini. Klien kami banyak bergerak di bidang oil dan gas terutama yang berkaitan dengan Chevron perusahaan tambang minyak terbesar di Indonesia. Selain itu ada pula pasar alat berat yang berasal dari kalangan industri
perkayuan, kehutanan, konstruksi dan perkebunan. Di cabang Pekanbaru ini kami menempatkan seorang kepala cabang dengan dua orang staff. Kami adalah satu-satunya broker asuransi di kota Pekanbaru saat itu.
Kalau saya bandingkan kondisi perusahaan kami saat itu, ukurannya hampir sama dengan IBS tiga belas tahun sebelumnya pada saat saya pertama kali masuk ke IBS. Saya merasa bersyukur karena dalam waktu lima tahun perusahaan kami sudah mampu mencapai keberhasilan seperti itu.
Akhirnya muncul kalimat \” Freedom at 40\” Bebas setelah usia empat puluh tahun. Saya ingin bebas, tidak lagi bekerja, tidak lagi berada di bawah tekanan orang lain. Saya ingin mengatur waktu dan kegiatan saya sendiri setelah saya mencapai usia 40 tahun. Bagi saya usia 40 adalah waktunya untuk merubah hidup. Apakah saya akan terus hidup dengan cara seperti ini yang sudah sangat jelas akhirnya akan seperti apa. If you don’t change direction you will end up where you are heading. Jika anda tidak merubah arah, anda akan tiba ditempat seperti yang sudah anda ketahui. Iya kalau tempat yang sedang dituju itu bagus, tapi kalau tidak saya saya tinggal menunggu nasib saja. Demikian kata-kata bijaksana yang sering diucapkan oleh salah seorang upline diomond saya. Kalau saya terus berada diperusahaan itu dengan saham yang sekecil itu saya tidak akan pernah nyaman karena saya tidak punya kekuasaan atas perusahaan itu. Sudah dapat dipastikan dalam waktu yang tidak terlalu lama saya juga akan berhenti atau diberhentikan dari perusahaan itu. Banyak hal yang bisa terjadi, mungkin para pemegang saham yang lain ingin mengendalikan perusahaan itu. Jadi pada usia 40 tahun adalah waktu yang tepat bagi saya untuk memulai sesuatu yang baru karena saya masih punya waktu yang cukup untuk melakukan yang terbaik bagi saya dan keluarga. Ya itulah yang menjadi cita-cita saya yang utama. Saat itu usia saya tiga puluh delapan tahun. Saya ambil keputusan untuk mewujudkannya. Mulai saat itu saya fokuskan semua tindakan saya untuk mengejar cita-cita saya itu. Perusahaan saya harus bertumbuh dan berkembang dengan baik karena ia akan menjadi salah satu passive income saya. Saya berharap dari pendapatan deviden dan jabatan sebagai komisaris. Sebagai founder rasanya saya mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menjadi komisaris. Tentu pula karena saya adalah satu diantara dua pemegang saham yang memiliki kwalifikasi tenaga ahli seperti yang disyaratkan oleh undang-undang. Agar semua pihak paham dengan rencana saya, saya sampaikan kepada semua rekan direksi, manager dan karyawan tentang rencana saya itu. Banyak karyawan yang keberatan dengan rencana saya itu. Mereka berharap agar saya tetap berada di perusahaan karena mereka sudah cocok dengan gaya kepemimpinan saya. Ada yang ambil posisi ancang-ancang untuk pindah karena mereka yakin di bawah kepemimpinan yang baru mereka tidak cocok. Yang meresa kaget dan sangat keberatan dengan keputusan saya adalah isteri saya sendiri. Dia takut bagaimana nasib keluarga kami nanti jika saya sudah tidak bekerja lagi di perusahaan itu. Saya jelaskan kepada isteri saya bahwa saya bukannya meninggalkan perusahaan semuanya, saya masih bisa menjadi komisaris dan tetap punya gaji. Saya juga sebagai pemegang saham sehingga setiap tahun masih punya pendapatan deviden walau mungkin tidak terlalu besar. Walaupun saya sudah jelaskan seperti itu, tapi isteri saya tetap panik pada hal saya baru akan pensiun itu dua tahun lagi.
Sejak itu saya dan isteri semakin fokus bekerja di network marketing. Isteri saya mulai tahun itu berhenti bekerja dari sebuah perusahaan nutrisi asal Amerika dan fokus menjalankan bisnis network marketing. Dengan harapan dalam dua tahun ke depan kami akan naik peringkat menjadi diamond atau paling tidak menjadi emerald yang penghasilannya sama dengan penghasilan saya sebagai direktur. Saya punya gambaran pada saat saya pensiun nanti minimal saya punya dua sumber penghasilan. Dari gaji sebagai komisaris dan bonus dari network marketing. Dan dari bisnis-bisnis yang lain.