Menyabung Nyawa di Taboneo

Tahun ini sudah lebih dari 28 tahun saya menjalani profesi di bidang asuransi, bisnis yang senantiasa berhubungan dengan resiko. Sudah berbagai macam pekerjaan dan tugas yang saya lakukan tapi baru kali ini saya menjalankan pekerjaan yang paling berat. Pekerjaan yang paling menantang maut.
Rabu tanggal 28 September 2011 saya harus pergi ke perairan Taboneo di Kalimantan Selatan. Berjarak sekitar 25 km dari kota Banjarmasin. Saya harus pergi ke sana untuk melihat kondisi kapal nasabah saya yang sudah tenggelang sejak 3 bulan lalu. Saya ingin memastikan bahwa klaim asuransinya bisa cepat selesai. 
Saya tidak tahu bahwa Tobaneo itu adalah wilayah laut yang sudah berada jauh dari lepas pantai. Perkiraan saya ia masih berada di sepanjang sungai Barito yang sudah beberapa kali saya lalui. Saya tidak punya perasaan takut melalui sungai itu karena memang arusnya tenang dan  hanya agak sedikit bergelomBang ketika ada kapal besar yang lewat.

KM Marina Nusantara Terbakar

Setelah bernegosiasi dengan pemilik perahu kelotok di dekat pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin akhirnya saya berangkat menuju Taboneo menggunakan parahu kecil yang tidak beratap dengan harga Rp. 1,3 juta pulang pergi. Perahu itu panjangnya sekitar 5 meter dengan lebar kurang dari1 meter. Bermesin tempel di belakangnya untuk memutar baling-baling. Panas matahari terasa sangat terik ketika saya akan meninggalkan dermaga, tidak ada tempat berlindung, untunglah saya membawa topi sehingga wajah saya terlindung. Awalnya saya akan ditemani oleh perwakilan dari klien saya akan tetapi ketika perahu sudah berjalan beberapa mil, tiba-tiba dia dipanggil bosnya sehingga dia harus turun. Sejak itu saya mulai merasa cemas, saya harus meneruskan perjalanan sendiri ke lokasi yang saya tidak tahu bersama dua orang anak buah kapal yang saya belum kenal. Untunglah mereka baik dan cukup ramah tapi sayang saya tidak bisa berkomunikasi dengan baik karena saya belum begitu paham bahasa Banjar.

———————————————————————————————————————-
Jika anda memerlukan jaminan Pengiriman barang atau Pengangkutan Barang dengan biaya ringan.   Hubungi L&G Insurance Broker. Broker dan konsultan asuransi khusus bank garansi terbaik di Indonesia. Segera call/WA segera ke 081283987016 sekarang juga
 ———————————————————————————————————————
Perahu Kelotok
Kapal berlayar arah ke hilir, menelusuri sungai Barito yang lebar. Sepanjang perjalanan saya melihat iring-iringan kapal tongkang pengangkut batu-bara. Jarak antar kapal mungkin hanya sekitar 300 meter. Mereka berlayar bergerak bak serangkaian gerbong kereta api. Ukuran kapalnya bermacam, ada tongkang raksasa yang memuat ribuan ton batu-bara “si emas hitam”. Sesekali saya memandang ke pinggir sungai tempat rumah-rumah kayu berbaris-baris di sepanjang tepi sungai.

Kapal Angkut Batubara
  • Rumah penduduk di pinggir sungai
Pasar Terapung

Setelah berjalan beberapa mil, tiba-tiba saya mencium bau amis  daging terbakar. Mata saya mencari tempat sumber bau itu. Ketika saya melihat ke depan tampak sebuah kapal yang mengeluarkan asap. Saya tanya kepada awak kapal yang sedang mengemudi. “itu kapal KM Marina Nusantara yang 2 hari lalu terbakar” katanya.  Itulah kebakaran yang dua hari lalu menggemparkan negeri ini. Ada puluhan atau mungkin ratusan orang yang meninggal akibat kecelakaan itu. Masih ada puluhan orang yang belum ditemukan dan kemungkinan telah hangus terpanggang. Semakin mendekat bau amisnya semakin keras, sampai perahu kecil kami berjarak hanya 1 meter dari bangkai kapal. Sampai saat ini belum diketahui penyebab kecelakaan ini, tapi diperkirakan akibat KM Marina Nusantara menabarak tongkang pengangkut batu-bara. Kejadiannya jam 07 pagi jadi mestinya kapten kapal masih bisa melihat kondisi kapal yang ada di depannya. Kasihan sekali nasib para penumpang karena tinggal beberapa kilometer lagi seharusnya mereka sudah sampai di tujuan. Itulah musibah. 

Asap masih mengepul dari KM Marina Nusantara

Perahu kelotok terus mengikuti arus sungai sampai di satu tempat saya melihat kedua tepi sungai semakin lebar. Kemudian saya melihat ke depan, terlihat hamparan laut luas dan  gelombang laut. “Wah ini sudah sampai di laut lepas” bisik saya dalam hati. Hati saya semakin ciut karena saya tidak mengira bahwa perjalanan saya hari itu harus sampai di tengah laut. Gelombang laut mulai membentur peruhu kelotok kecil yang hanya terbuat dari kayu. Perahu semakin lama semakin jauh ketengah hingga saya tidak melihat lagi pohon-pohon di tepi pantai. Hati saya semakin ciut. Banyak yang membuat nyali saya berkurang. Pertama, kondisi kapal kelotok itu yang hanya terbuat dari kayu yang biasanya hanya digunakan untuk berlayar di sungai Barito. Kedua ombak yang semakin tinggi bahkan beberapa kali sempat lebih tinggi dari perahu. Bulan lalu saya juga berada di laut lepasi di perairan Jebus di Bangka Barat tapi saya naik kapal yang relatif lebih besar dan di laut yang cukup tenang dan jernih.

Sementara parahu terus mengarah ke tengah samudara saya melihat awan hitam mulai menggelantung di langit, pemandangan semakin gelap dan nun di arah sebelah timur tampak dinding langit memutih pertanda hujan sudah turun. Itulah pertama kalinya hujan turun di Kalimantan Selatan sejak 3 bulan lalu. Angin semakin kencang bertiup membuat gelombang semakin tinggi. Dari jauh tampak hujan semakin mendekat, awalnya turun rintik-rintik dan beberapa saat kemudian menjadi hujan besar. Badan saya mulai basah. Saya harus menyelamatkan tas saya yang berisi laptop, kamera, files dan baju cadangan saya dengan menutupnya dengan plastik. 
Hujan mulai turun di sebelah timur
Hati saya semakin cemas. Saya mulai mempersiapkan diri untuk hal  terburuk yang bisa terjadi.  Kapal hampir saja terbalik ketika dia oleng dihajar gelombang, untung saya cepat-cepat pindah ke sisi sebelah perahu untuk menjaga keseimbangan.  Pertama, saya perhatikan beberapa benda yang bisa saya raih jika kapal mulai karam, ada beberapa lembar papan, jerigen tempat solar yang mungkin dapat membantu saya mengapung di tengah laut. Dengan itu saya bisa berenang mendekati kapal tongkang batu-bara yang banyak melintas di alur itu. Saya akan merambat naik ke keatas tongkang atau naik ke atas perahu kecil yang diikatkan dibelakangnya. Saya tidak putus-putus berdoa kepada Allah. Saya membaca surat Alfatihah, surat yassin dan berzikir. Bagaimana saya tidak khawatir karena kedua awak perahu itu juga  ketakutan karena mereka belum pernah berlayar sejauh itu ke tengah laut dan menghadapi gelombang yang begitu besar.
  • Ombak yang semakin menggila
Setelah hampir 3 jam berlayar, kami akhirnya sampai juga di Bouy nomor 8 tempat kapal klien saya tenggelam. Setelah berputar-putar kami tidak menemukan bangkai kapal itu. Mungkin dia sudah semakin rebah di dasar laut. Atau barangkali dia hanya akan bisa terlihat ketika pasang surut di pagi hari. Karena hujan semakin deras dan ombak semakin besar saya minta kepada pengemudi meninggalkan lokasi dan kembali ke darat menelusuri sungai Barito hingga kembali ke dermaga.
Dengan badan basah kuyup saya turun dari perahu kelotok dan mencari kamar mandi untuk mengganti baju. Saya bersyukur saya membawa baju cadangan. Awalnya saya hanya membawa baju untuk bersiap-siap jika saya tidak bisa balik hari itu juga ke Jakarta. 
Apa hikmah dari pengalaman saya ini?. Pertama saya bersyukur bahwa selama ini saya mendapatkan nikmat yang begitu besar dari Allah SWT. Saya tinggal dan bekerja dengan resiko yang sangat rendah. Tidak harus menyabung nyawa setiap hari mesti setiap saat bisa saja mati tapi tidak dengan cara menghadapi resiko sebesar itu. Kedua, di dalam hidup dan karir kita pasti satu saat akan menghadapi resiko besar yang bisa saja menyebabkan kita celaka dan bahkan mati. Maka senantiasalah bersiap-siap setiap saat. Pada saat saya menghadapi resiko tertinggi di tengah laut itu, secara mental saya siap dengan kondisi terburuk. Saya membayangkan kekhawatirkan keluarga saya karena saya tidak akan pernah pulang dan harus mencari mayat saya di samudara. Ketiga, saya menyadari betapa saya harus punya jaminan asuransi. Salah satu yang mengganggu hati saya adalah karena ada beberapa polis asuransi jiwa saya yang belum saya bayar, sehingga bisa bermasalah pada saat keluarga saya mengajukan klaim. Saya sadar bahwa polis asuransi saya harus senantiasa dalam keadaan aktif dan tidak boleh menunggak. Saya menyadari  nilai polis asuransi saya masih terlalu kecil kalau saja saya harus meninggalkan dunia itu pada saat itu.
Dari segi keimanan saya juga pertawakkal kepada Allah, meski belum mempunyai cadangan ibadah yang sangat banyak tapi setidaknya saya sudah berusaha untuk menjalankan ibadah saya dengan sebaik-baiknya. Jika kurang saya mohon Allah mencukupinya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

———————————————————————————————————————-
Jika anda memerlukan jaminan Pengiriman barang atau Pengangkutan Barang dengan biaya ringan.   Hubungi L&G Insurance Broker. Broker dan konsultan asuransi khusus bank garansi terbaik di Indonesia. Segera call/WA segera ke 081283987016 sekarang juga
 ———————————————————————————————————————

1 comment

  1. masya Allah…kami sj yg berada dipinggir laut bbrapa tahun blm berani naik kapal itu da…apalagi tuk samapai ketengah laut lepas…dsaat angin/ombat lg tdk bersahabat ditambah hujan pula…alhamdulillah uda bisa plg selamat,semoga kisah ini memberikan byk pelajaran dan hikmah yg bisa kita petik…

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *